AKSARANEWS.CO.ID. JUDUL di atas pasti membuat pihak pemerintah, terutama Menpora, sontak kaget.
Benarkah kami telah mengintervensi PSSI ? Pasti pertanyaan itu mengalir dalam
pikiran Menpora Zainudin Amali sesaat setelah membaca judul tersebut.
Bagaimana Menpora tidak kaget? Selama ini, bahkan sebelum Amali, semua Menpora
sangat alergi untuk disebut mengintervensi PSSI. Meski terkadang, secara sengaja maupun tidak, ada juga kebijakan Menpora yang nyerempet-nyerempet dan berlawanan dengan keputusan PSSI, atau Statuta FIFA.
Di awal kepemimpinannya, tahun lalu, Amali secara tegas mengingatkan PSSI dan
seluruh stakeholder sepakbola nasional bahwa pihaknya tidak akan mengintervensi
PSSI. Dengan kata lain, Menpora mengarahkan PSSI untuk menyelesaikan
persoalannya sendiri secara internal. Jika masih tidak selesai juga, maka pihak
eksternal pertama yang harus diajak PSSI untuk duduk bersama adalah KONI Pusat.
Jika KONI pun tidak bisa menyelesaikan permasalahan PSSI, baru kemudian
Menpora turun tangan. Kira-kira begitu penjelasan Amali tentang pihaknya tidak
ingin terlibat langsung dengan masalah internal PSSI.
Namun, di awal pekan ini, Amali membuat sebuah langkah mengejutkan dengan
menggandeng PSSI menggelarkan jumpa pers dalam menyorot keberlanjutan
Kompetisi Liga 1 dan 2. Acara tersebut bahkan dilaksanakan di Kantor Kemenpora.
Saya pun banyak mendapat pertanyaan dari insan sepakbola yang mempersoalkan
kegiatan tersebut.
“Waduh…! Menpora tidak off side-kah itu?” Demikian satu dari beberapa pertanyaan
yang saya terima dari para pelaku sepakbola di Tanah Air. Bagi mereka, Menpora
sejauh ini sudah on the track dalam menjaga hubungan kerja yang bersinerji dengan
PSSI. Akan tetapi, acara hari Selasa tanggal 29 September siang itu di Senayan,
Menpora berdampingan dengan Mochamad Iriawan atau Ibul mengadakan jumpa pers
tentang masalah internal PSSI. Acara tersebut langsung melahirkan sebuah
pembicaraan hangat di antara komunitas sepakbola nasional.
Keselamatan bersama
Pertanyaan muncul, benarkah Menpora telah off side dalam ikut mengurus
permasalahan PSSI. Atau, keterlibatan Menpora itu karena permintaan PSSI. Atau juga, ada pihak ketiga ikut berperan menyikapi langkah PSSI untuk menggelar
Kompetisi Liga 1 dan 2?
Alasan ketiga di atas yang membuat Menpora seolah-olah telah mengintervensi
PSSI lewat pernyataan pers bersama dengan Ibul. Bahkan, dalam pernyataannya,
Menpora menyapaikan apresiasi yang tinggi terhadap PSSI yang menghentikan
kompetisi yang sudah dijadwalkan mulai berputar tanggal 1 Oktober di Yogyakarta.
Juga, sebelum jumpa pers, Menpora mengatakan lebih dulu melakukan rapat bersama
jajarannya untuk membicarakan persoalan yang tengah dihadapi PSSI.
“Saya kebetulan didatangi Asop Kapolri yang meminta untuk turut berpikir mencari
jalan keluar terbaik menyelesaikan masalah yang tengah dihadapi PSSI. Dan, karena
diminta Kapolri, maka sebagai kepanjangan tangan pemerintah, kami di Kemenpora
harus melakukan sesuatu bersama Kepolisian dan PSSI,” kata Amali.
Jadi, lanjut Amali, dalam hal ini, kami tidak mengintervensi PSSI. “Justru demi
kepentingan kesehatan dan keselamatan bersama, kami harus meniadakan kompetisi
setelah berunding bersama Kepolisian dan PSSI,” tegasnya. Akhirnya, dalam
pertemuan segitiga itulah, keluar keputusan PSSI menunda Kompetisi Liga 1 dan 2.
Untuk jangka pendek, langkah yang diambil Menpora patut mendapat apresiasi,
karena bersama Kepolisian telah mengambil keputusan yang tepat dalam kondisi yang
kurang menguntungkan bagi kesehatan dan keselamatan orang banyak dengan adanya
pandemi covid-19 yang masih tinggi penyebarannya saat ini.
“Jikalau tidak ada pimpinan, jatuhlah bangsa,
tetapi jikalau penasihat banyak, keselamatan ada”.
Hentikan kompetisi
Mungkinkah kompetisi akan dilanjutkan bulan November tahun ini, sesuai dengan
pernyataan yang dilontarkan Ibul? Kalau terlaksana, maka hanya dalam hitungan lima
bulan--sampai dengan Maret 2021--berakhir kompetisi Liga 1 dan 2. Padahal,
normalnya, sebuah kompetisi berjalan delapan bulan. Akan tetapi, dengan adanya
pandemi covid-19, maka kompetisi musim ini terhambat, bahkan berada di
persimpangan jalan. Nasibnya masih belum jelas, jadi atau tidak diselesaikan.
Pilihan sulit namun tepat harus diambil Ibul dan jajarannya untuk menentukan
keberlangsungan kompetisi. Apapun keputusannya pasti tidak akan menyenangkan
dan menguntungkan semua pihak. Namun, sepahit apapun keputusan itu perlu diambil
segera.Pilihan diundur sampai November baru digelar lagi kompetisi, sepertinya menjadi pertaruhan yang sangat mahal ke depan. Mengapa? Melihat penyebaran pandemi covid-19 yang belum jelas akan berakhir, dan penundaan kompetisi yang sedianya berlangsung awal Oktober ini, maka dengan alasan yang sama penundaan akan kembali terjadi dan PSSI harus patut jika pandemi covid-19 belum juga meredah di bulan November.
Faktor lain yang perlu dipikirkan juga oleh PSSI, yaitu secara teknis, jika kompetisi
dimainkan di bulan November, maka semua tim akan bermain dengan selisih waktu
tiga hari per pertandingan. Jadwal yang sangat padat ini sudah pasti bakal menguras
seluruh stamina, fisik, psikis dan mental pemain. Efeknya, pemain terancam kondisi
kesehatannya, serta setiap tim tidak mampu menampilkan permainan terbaik selama
berlangsung kompetisi.
Jika demikian, tujuan dari kompetisi itu sendiri menjadi terabaikan, yaitu PSSI tidak
mendapatkan apa-apa dari hasil kompetisi, kecuali membayar lunas kewajibannya
kepada sponsor karena telah menyelesaikan kompetisi musim ini. Apakah itu yang
menjadi prioritas PSSI dalam memaknai arti sebuah kompetisi sepakbola?
Masih banyak lagi faktor non-teknis yang menjadi korban, kalau kompetisi ditunda
lagi ke bulan November. Akan tetapi, jika perlu, kompetisi periode musim ini
dihentikan, demi menjaga dan mengamankan keselamatan bersama seperti yang
disampaikan Menpora.
Dengan menghentikan kompetisi, PSSI justru bisa lebih berkonsentrasi dalam sisa
waktu sampai awal tahun depan untuk menyelesaikan semua persoalan dengan pihak
internal maupun eksternal, sekaligus membenahi dan menata apa saja yang diperlukan
sebelum memasuki kompetisi musim depan.
PSSI, pemerintah dan rakyat Indonesia akan menggelar kegiatan akbar, Piala Dunia
U-20 di enam kota. Pesta sepakbola dunia ini bakal berdampak luar biasa bagi
perkembangan sepakbola di Tanah Air, dan juga bangsa Indonesia di mata dunia.
Dengan tidak memaksakan Kompetisi Liga 1 dan 2 berlangsung sampai Maret 2021,
maka PSSI telah ikut mengamankan keberlangsungan Piala Dunia U-20 tersebut.
Paling tidak, semua rakysat, terutama di kota-kota yang tadinya akan digelar
kompetisi, bisa lebih tenang menjaga dan mengamankan ancaman penyebaran
covid-19. Di sisi lain, pemerintah lebih fokus menyiapkan penyelenggaraan kegiatan
Piala Dunia itu sendiri.
Federasi Sepakbola Internasional, atau FIFA sampai saat ini masih adem-ayam belum
memberikan sinyal apapun tentang jadi-tidaknya Piala Dunia U-20 tahun 2021. FIFA
pasti masih menunggu dan memonitor perkembangan covid-19 di Indonesia.Tanpa adanya kompetisi, PSSI juga lebih berkonsentrasi mempersiapkan Timnas U-19
yang kini tengah digodok dalam latihan di luar negeri, di bawah kendali pelatih Shin
Tae-yong (Korsel). Bahkan, Menpora sudah menjamin akan memperpanjang masa
latihan timnas di luar negeri.
Perpanjangan latihan di luar negeri ini, menurut Menpora, sudah diantisipasi
sebelumnya. “Tentu ini berisiko pada anggaran, namun kami sudah siap untuk itu,”
tegas Amali.
“Hati manusia memikir-mikirkan jalannya,
tetapi TUHANlah yang menentukan arah langkahnya”.
Semoga Ibul dan jajaran PSSI dapat berpikir jernih dalam menyikapi dan menentukan
langkah yang tepat serta bijak bagi kelangsungan kompetisi Liga 1 dan 2 ke depan.
Semoga…!
Yesayas Oktovianus
Wartawan (Kompas 1983-2016) Spesialis Sepakbola